Survei SMRC: Mayoritas Publik Ingin Ada Oposisi di dalam Era Prabowo-Gibran
Jakarta – Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengungkap mayoritas publik Indonesia menginginkan keberadaan oposisi di tempat era pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang. Hasil sigi SMRC yang dijalankan pada 4 hingga 11 Oktober menunjukkan 67,5 persen penduduk berpendapat pemerintah wajib diawasi oleh oposisi.
Metode survei yang dimaksud digunakan adalah multistage random sampling dengan total sampel valid 994, margin of error plus-minus 3,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
“Supaya pengawasan ini sungguh-sungguh, harus ada partai urusan politik yang digunakan mempunyai delegasi di area DPR berada pada luar pemerintah,” kata pendiri SMRC, Saiful Mujani, disitir di dalam kanal YouTube SMRC, Kamis, 17 Oktober 2024.
Saiful menyatakan hanya sekali 28,3 persen rakyat yang dimaksud setuju dengan ketiadaan oposisi di tempat era pemerintahan Prabowo. Akan tetapi, kata dia, realitas kebijakan pemerintah bertolak belakang dengan hasil sigi tersebut.
Sebab, Saiful mengungkapkan hampir dipastikan semua partai kebijakan pemerintah di area parlemen akan segerbong di koalisi Prabowo-Gibran. Menurut dia, apa yang akan terjadi di tempat era Prabowo akan lebih lanjut buruk ketimbang era Jokowi.
“Periode pertama Jokowi masih menyisakan Gerindra, PKS, lalu Demokrat di area luar koalisi. Dan dalam periode kedua Jokowi, tinggal PKS sendirian. Sekarang PKS juga bergabung, juga praktis meninggalkan PDIP yang digunakan masih belum menentukan sikap,” kata Saiful.
Dalam survei tersebut, SMRC juga menanyakan seberapa setuju rakyat dengan keberadaan partai dengan kekuatan mendekati 50 persen sebagai oposisi. Hasilnya 64,5 persen umum setuju keberadaan kekuatan kebijakan pemerintah yang dimaksud signifikan di area DPR sebagai pengawas jalannya pemerintahan.
Menurut Saiful, elit partai kebijakan pemerintah mesti menangkap keinginan umum akan keberadaan oposisi. Dia menyatakan konsep oposisi memang benar bukan dikenal luas pada tradisi urusan politik pada Indonesia.
“Tapi yang tiada mampu dipisahkan dari konsep organisasi modern seperti pemerintahan yakni pihak yang mana berada dalam luar maupun di tempat pada punya fungsi agar roda pemerintahan dapat berjalan efektif kemudian bersih,” kata Saiful.
Menurut Saiful, upaya Prabowo merangkul semua pihak dengan narasi persatuan sudah menyusupi alam bawah sadar publik. Konsekuensi dari kondisi urusan politik hari ini, ujar dia, akan menyebabkan Indonesia terjerumus pada kekuasaan otoritarianisme.
“Bahasa atau mantra di pidato-pidato Prabowo Subianto belakangan adalah tentang persatuan. Karena itu kalau ada partai kebijakan pemerintah yang mana tak mengambil bagian bersatu pemerintah, maka itu adalah ancaman terhadap persatuan menurut Prabowo,” kata Saiful.
Saiful mengingatkan bahwa Indonesia menganut sistem presidensial. Presiden dipilih secara kompetitif. Dia mengungkapkan di sistem seperti itu, pasti ada yang kalah serta ada yang menang.
“Seharusnya partai-partai yang mana kalah di pemilihan presiden 2024 lalu semuanya menjadi oposisi. Demikianlah seharusnya kita memulai pembangunan sistem bahwa demokrasi selain membutuhkan the winners, juga membutuhkan the loosers,” kata Saiful.