Kriminal

Amnesti: pengertian juga contoh penerapannya pada Indonesia

Ibukota Indonesia – pemerintahan akan memberikan amnesti terhadap sebagian narapidana, mulai dari pengguna narkotika hingga perkara terkait Papua. Jumlahnya sekitar 44 ribu warga binaan atau narapidana berpeluang mendapatkan amnesti.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan Presiden Prabowo telah terjadi menyetujui pemberian amnesti yang dimaksud kemudian selanjutnya memohonkan pertimbangan dari DPR.

"Selanjutnya kami akan memohonkan pertimbangan terhadap DPR. Apakah DPR nanti dinamikannya seperti apa? Kita tunggu setelahnya resmi kami mengajukannya terhadap parlemen untuk mendapatkan pertimbangan," ujar Supratman ketika memberikan keterangan pers dalam Istana Kepresidenan, Jakarta, Hari Jumat (13/12).

Adapun jenis persoalan hukum yang mana menjadi pertimbangan untuk pemberian amnesti ini mencakup, diantaranya narapidana dengan kondisi kemampuan fisik tertentu seperti sakit berkepanjangan HIV/AIDS kemudian gangguan kejiwaan.

Kemudian, narapidana yang tersebut terjerat Undang-Undang Data lalu Transaksi Elektronik (ITE), yang terkait dengan penghinaan Kepala Negara, narapidana terkait persoalan hukum Papua yang mana tidak ada terlibat di aksi bersenjata, dan juga amnesti juga diusulkan untuk narapidana narkotika yang mana seharusnya menjalani rehabilitasi, bukanlah pidana penjara.

Apa itu amnesti?

Amnesti sebagai salah satu istilah pada sistem hukum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang mana diberikan kepala negara terhadap seseorang atau sekelompok orang yang tersebut sudah melakukan aktivitas pidana tertentu.

Amnesti berasal dari bahasa Yunani 'amnestia' yang tersebut berarti melupakan. Sehingga pada konsepnya pemberian amnesti dilaksanakan sebagai upaya untuk menghapuskan pidana yang mana sudah dilakukan.

Melansir laman IndonesiaBaik, amnesti yang mana diberikan untuk sejumlah orang dapat disebut sebagai amnesti umum. Amnesti diatur di Pasal 14 Ayat (1) UUD 1945.

Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 menyatakan bahwa akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang yang tersebut diberikan amnesti dihapuskan. Dengan kata lain, sifat kesalahan dari orang yang dimaksud diberikan amnesti juga hilang.

Di Indonesia, amnesti merupakan hak prerogatif Presiden di tataran yudikatif. Amnesti diberikan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA) dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga dapat diberikan tanpa pengajuan permohonan terlebih dahulu.

Melansir pid.kepri.polri, amnesti diberikan melalui kebijakan presiden pasca mendapatkan pertimbangan dari DPR dan juga diberikan untuk orang yang:

  • Sedang atau telah dilakukan selesai menjalani pembinaan oleh yang mana berwajib
  • Sedang diperiksa atau ditahan pada proses penyelidikan, penyidikan, atau pemeriksaan di tempat depan sidang pengadilan
  • Telah dijatuhi pidana, baik yang mana belum maupun yang mana telah terjadi mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
  • Sedang atau sudah pernah selesai menjalani pidana pada pada lembaga pemasyarakatan.

Amnesti mempunyai peran strategis pada membantu mengatasi situasi konflik kemudian ketidakstabilan dalam suatu negara. Pengampunan ini umumnya diberikan di konteks politik, seperti untuk tahanan kebijakan pemerintah atau pelaku kejahatan yang digunakan dianggap terkait dengan konflik ideologi.

Pemberian amnesti biasanya bertujuan untuk mengakhiri atau meredakan konflik urusan politik lalu mewujudkan rekonsiliasi juga pemulihan ketertiban umum.

Contoh penerapan amnesti di area Indonesia

Pemberian amnesti ini mencerminkan komitmen pemerintah, dijalankan berhadapan dengan dasar kemanusiaan, menghurangi kelebihan kapasitas lapas, kemudian untuk mengupayakan rekonsiliasi nasional.

Di Indonesia, pemberian amnesti oleh setiap Presiden RI miliki sejarah panjang yang sudah ada dijalankan dari masa pemerintahan Presiden Soekarno. Berikut beberapa contoh penerapan amnesti di dalam Indonesia:

Amnesti pada era pemerintahan Presiden Soekarno

  • Memberikan amnesti untuk orang-orang yang mana tersangkut dengan pemberontakan D.I./T.I.I. Kahar Muzakar di tempat Sulawesi Selatan dengan menerbitkan Keputusan Nomor 303 tahun 1959.
  • Memberikan amnesti kemudian abolisi terhadap orang-orang yang digunakan tersangkut dengan pemberontakan lebih lanjut luas lagi. Yaitu pemberontakan Daud Bereueh di tempat Aceh, pemberontakan “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia” kemudian “Perjuangan Semesta” di area Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Irian Barat juga lain-lain daerah, termasuk pemberontakan Kahar Muzakar di tempat Sulawesi Selatan, pemberontakan Kartosuwirjo di tempat Jawa Barat lalu Jawa Tengah, hingga pemberontakan Ibnu Hadjar pada Kalimantan Selatan, pemberontakan “Republik Maluku Selatan” di dalam Maluku. Dikeluarkan melalui Keputusan Presiden Nomor 449 tahun 1961.

Amnesti pada era pemerintahan Presiden Soeharto

  • Memberikan amnesti umum juga abolisi terhadap para pengikut pergerakan Fretelin di tempat Timor Timur baik di area pada negeri maupun yang berada di dalam luar negeri. Amnesti ini dikeluarkan Soeharto melalui Keputusan Presiden Nomor 63 tahun 1977.

Amnesti di tempat era pemerintahan Presiden BJ Habibie

  • Memberikan amnesti kemudian atau abolisi untuk dua individu oposisi politik; Sri Bintang Pamungkas dan juga Muchtar Pakpahan
  • Memberikan amnesti untuk tahanan kebijakan pemerintah Papua (Hendrikus Kowip, Kasiwirus Iwop, juga Benediktus Kuawamba) melalui Keppres 123/1998.

Amnesti di area era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

  • Memberikan amnesti terhadap tahanan urusan politik aktivis pro-demokrasi, termasuk aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD), salah satunya Budiman Sudjatmiko (mantan Ketua PRD) pada peringatan tegas hari HAM internasional, 10 Desember 1999 melalui Keppres Nomor 159 Tahun 1999.

Amnesti di area era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

  • Memberikan amnesti terhadap setiap orang yang mana terlibat pada aktivitas Inisiatif Aceh Merdeka (GAM) yang digunakan dikeluarkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2005.

Amnesti pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)

  • Memberikan amnesti terhadap dosen Universitas Syiah Kuala Saiful Mahdi yang tersebut dijerat Undang-undang Berita serta Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait pencemaran nama baik.
  • Memberikan amnesti terhadap Baiq Nuril yang mana dijerat Undang-undang Berita kemudian Transaksi Elektronik (UU ITE) akibat dituduh merekam dan juga menyebarkan percakapan asusila mantan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim yang digunakan kerap menelponnya.

Related Articles

Back to top button