Kriminal

Arti fenomena “no merebak no justice” pada penegakan hukum di dalam Indonesia

Ibukota – Fenomena "no merebak no justice" selalu mencerminkan keresahan penduduk terhadap lemahnya penegakan hukum di tempat Indonesia. Istilah ini menggambarkan situasi di area mana keadilan bagi korban atau pihak yang tersebut dirugikan baru dapat tercapai setelahnya kasusnya merebak pada media sosial.

Salah satu perkara terkini yang mencuat melibatkan manusia karyawati toko roti dalam kawasan Cakung, DKI Jakarta Timur yang dimaksud berinisial DAD (19), yang digunakan menjadi korban penganiayaan oleh anak pemilik toko berinisial GHS. Kasus ini menyoroti dugaan kekerasan yang terjadi di dalam tempat kerja, yang melibatkan pihak yang mana mempunyai hubungan segera dengan toko tersebut.

Walaupun kejadian ini telah terjadi dilaporkan oleh DAD pada Oktober 2024, korban baru menerima respons dan juga perbuatan lanjut yang memadai dari kepolisian pasca video penganiayaan yang disebutkan menyebar pada Mingguan (15/12). DAD sebelumnya sudah pernah melaporkan kejadian itu beberapa kali, namun hingga Desember 2024, perhatian kritis dari aparat penegak hukum baru muncul seiring dengan viralnya video tersebut.

Kondisi ini akhirnya menyoroti peran media di membentuk opini publik, yang rutin kali menjadi pemicu aparat hukum untuk bertindak. Di sisi lain, fenomena ini mengungkap adanya celah di sistem hukum yang seharusnya mampu berjalan independen tanpa bergantung pada tekanan dari publik atau viralitas sebuah kasus.

Kasus-kasus hukum yang tersebut mendapat sorotan luas di tempat dunia maya banyak kali memaksa aparat penegak hukum untuk bertindak lebih banyak cepat dan juga tegas. Kondisi ini menunjukkan betapa kuatnya tekanan umum di mempengaruhi jalannya proses hukum di dalam Indonesia, meskipun seharusnya hukum berjalan independen tanpa intervensi eksternal.

Hal yang dimaksud memberikan kesan bahwa perhatian masyarakat menjadi faktor penentu di penanganan kasus. Akibatnya, muncul pertanyaan mengenai integritas lalu profesionalisme institusi hukum pada menjalankan tugasnya secara adil, transparan, kemudian sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang digunakan berlaku.

Di sisi lain, fenomena ini juga menunjukkan kekuatan media sosial sebagai alat advokasi lalu perjuangan keadilan. Dengan jutaan pengguna aktif, media sosial menjadi wadah yang dimaksud efektif untuk menyuarakan ketidakadilan yang digunakan dialami oleh masyarakat.

Namun, ketergantungan pada viralitas sebagai katalisator penegakan hukum berpotensi menyebabkan ketidakmerataan perhatian terhadap kasus-kasus tertentu, sehingga menuntut reformasi yang dimaksud mendalam pada sistem hukum nasional.

Makna atau arti "no menyebar no justice"

Makna arti "no menyebar no justice" mengandung arti bahwa tanpa viral, keadilan tiada akan terwujud. Istilah ini merupakan bentuk kritik terhadap aparat penegak hukum yang digunakan dinilai lambat menangani tindakan hukum tertentu sebelum isu yang dimaksud menjadi viral.

Kasus-kasus yang tersebut ramai cenderung mendapat penyelesaian lebih tinggi cepat dibandingkan dengan perkara yang kurang mendapatkan perhatian media maupun sosial media. Dengan adanya tagar "no ramai no justice," seolah-olah aparat penegak hukum menjadi lebih lanjut cepat memproses juga menyelesaikan perkara tersebut.

Fenomena ini memunculkan kritik tajam terhadap lemahnya sistem hukum di tempat Indonesia. Banyak pihak menilai bahwa penegakan hukum seharusnya berjalan independen tanpa bergantung pada tekanan opini publik. Ketergantungan terhadap viralitas bukan cuma mengancam prinsip keadilan, tetapi juga memunculkan ketidakpastian pada perlakuan hukum bagi kasus-kasus yang dimaksud tak mendapat perhatian luas.

Kendati demikian, di mengatasi fenomena ini, diperlukan reformasi pada sistem penegakan hukum di area Indonesia. Aparat penegak hukum harus bekerja secara profesional, transparan, juga adil tanpa memandang status sosial atau tekanan publik. Selain itu, peningkatan akuntabilitas serta responsivitas terhadap laporan rakyat dapat membantu memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.

Related Articles

Back to top button