Emosi lalu gagal pahami situasi persaingan sebabkan Garuda tersingkir
Ibukota –
"Ironisnya, pemain Indonesia yang mana tak mampu mengendalikan emosi adalah para pemain kunci yang dimaksud punya pengalaman main di dalam timnas senior. Mereka adalah pilar kelompok yang tersebut seharusnya jadi mentor bagi para pemain debutan timnas," kata Bung Kus terhadap ANTARA di dalam Jakarta, Minggu.
Dia menjelaskan kematangan emosional yang kurang akhirnya merugikan regu lantaran satu pemain terkena kartu merah yang digunakan menciptakan kekuatan kelompok melemah kemudian akhirnya kalah.
Penyebab kedua adalah kegagalan memahami situasi persaingan pada fase grup, kata dia.
Jajaran pelatih, kata Bung Kus, terlalu bernafsu ingin mengalahkan Filipina, sedangkan untuk lolos ke semifinal tidak ada harus menang.
Hal itu terlihat pada waktu instruktur Shin Tae-yong bukan memasukkan bek tambahan pada putaran kedua, guna menambal tempat bertahan yang dimaksud ditinggal oleh Muhammad Ferarri dikarenakan terkena kartu merah.
Shin justru mengganti striker dengan penyerang lainn yang tersebut selama kejuaraan ini tumpul. Padahal ketika yang digunakan mirip pada menit ke-55 pertandingan lain, Vietnam telah unggul 2-0 lawan Myanmar.
Pengamat senior itu menambahkan, lebih tinggi meningkatkan kekuatan pertahanan adalah jalan paling realistis untuk memaksa Filipina bermain imbang, tetapi ahli timnas memilih jalan lain.
Akhirnya malapetaka datang pada menit ke-63. Skuad Garuda kebobolan dari titik penalti akibat kesalahan di area lini pertahanan.
Berbagai inovasi dengan pergantian pemain kemudian dibuat pelatih. Tetapi tak berbagai menyebabkan hasil dikarenakan lini depan memang benar kurang tajam selama Piala AFF tahun ini.
Dengan hasil tersebut, Indonesia mengubur mimpinya lolos ke semifinal ASEAN Cup 2024.