Abidintoto.news – Kematian tragis seorang taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, Putu Satria Ananta Rastika, telah mengejutkan banyak pihak. Informasi yang dirilis oleh pihak keluarga menyoroti aspek-aspek penting terkait insiden tersebut.
Menurut pernyataan kuasa hukum keluarga, Tumbur Aritonang, Putu tidak memiliki musuh selama masa pendidikannya. Ia digambarkan sebagai siswa yang berprestasi, baik hati, dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Keluarga Putu dengan tegas menolak dugaan bahwa Putu meninggal akibat serangan jantung, dan mereka yakin bahwa kematian Putu adalah hasil dari kekerasan yang dialaminya.
Kronologi insiden yang diungkapkan oleh pihak kepolisian menunjukkan bahwa Putu diduga dianiaya oleh seorang senior di sebuah toilet di lantai dua gedung STIP Jakarta. Putu dan beberapa temannya dipanggil oleh pelaku, yang kemudian membawa mereka ke kamar mandi tanpa alasan yang jelas. Di sana, Putu diserang hingga lemas oleh pelaku.
Meskipun Putu segera dibawa ke klinik setelah insiden, nyawanya tidak dapat diselamatkan. Pemeriksaan medis menunjukkan bahwa Putu sudah dalam kondisi tidak bernyawa ketika tiba di klinik.
Kejadian ini menyoroti kekhawatiran akan keamanan di lingkungan pendidikan. Hal ini memicu pertanyaan tentang pengawasan dan perlindungan terhadap para siswa taruna, serta perlunya langkah-langkah preventif yang lebih efektif untuk mencegah kekerasan di sekolah.
Keluarga Putu, bersama dengan masyarakat luas, menantikan hasil penyelidikan yang transparan dan adil dari pihak berwenang. Harapannya adalah agar kebenaran dapat terungkap dan keadilan dapat ditegakkan untuk Putu dan keluarganya. Kasus ini juga menunjukkan perlunya perhatian serius terhadap aspek keamanan dan kesejahteraan siswa di institusi pendidikan.
