politik

Sejarah kota Damaskus sebagai salah satu pusat peradaban dunia

Ibukota Indonesia – Damaskus sebagai ibu kota Suriah adalah salah satu kota tertua di dalam dunia yang tersebut terus dihuni oleh manusia.

Terletak pada dataran subur dekat Sungai Barada, kota ini sudah pernah menjadi pusat peradaban selama lebih lanjut dari empat milenium.

Dengan sejarah yang tersebut sangat beragam, Damaskus telah dilakukan menyaksikan naik turunnya kekaisaran, percampuran budaya, dan juga perubahan besar yang mana menjadikannya simbol peradaban yang tersebut abadi.

Awal mula juga peran sebagai pusat peradaban kuno

Damaskus pertama kali muncul pada catatan sejarah pada abad ke-15 SM, di arsip Mesir yang mana merujuk pada kota ini sebagai pusat perdagangan.

Namun, bukti arkeologis menunjukkan bahwa kawasan yang dimaksud telah dilakukan dihuni berjauhan sebelumnya, kemungkinan sejak 8.000 tahun yang digunakan lalu.

Keberadaan Sungai Barada yang mana mengalir melalui kota menjadi faktor utama yang dimaksud menggalang peningkatan awal Damaskus, menyediakan air bagi irigasi juga keberadaan sehari-hari.

Pada masa Kekaisaran Aram pada abad ke-11 hingga ke-8 SM, Damaskus menjadi pusat kebijakan pemerintah dan juga budaya yang dimaksud penting.

Aram Damaskus, kerajaan yang mana berpusat di tempat kota ini, memainkan peran strategis di area Timur Dekat, berinteraksi dengan bangsa-bangsa seperti Asyur, Babilonia, serta Israel. Bahasa Aram, yang mana menjadi lingua franca kawasan yang dimaksud turut mengalami perkembangan dan juga menyebar dari kota ini.

Damaskus pada sejarah kekaisaran besar

Setelah periode Aram, Damaskus menjadi bagian dari Kekaisaran Asyur lalu kemudian Kekaisaran Babilonia.

Pada abad ke-6 SM, kota ini jatuh ke tangan Kekaisaran Persia Akhemeniyah, yang tersebut memberikan otonomi relatif terhadap Damaskus sebagai kota penting di jalur perdagangan mereka.

Namun, Damaskus mulai bersinar pada skala internasional pasca penaklukan oleh Aleksander Agung pada abad ke-4 SM.

Setelah kematian Aleksander, kota ini menjadi bagian dari Kekaisaran Seleukia, salah satu penerus kerajaan Makedonia. Dalam periode ini, Damaskus mengalami perkembangan sebagai pusat Hellenistik dengan pengaruh budaya Yunani yang kental.

Pada abad ke-1 SM, Damaskus dikuasai oleh Kekaisaran Romawi. Di bawah Romawi, kota ini tumbuh pesat dengan infrastruktur yang maju, seperti jalan raya, pasar, juga kuil. Salah satu peninggalan dari periode ini adalah Kuil Jupiter Damascenus, yang digunakan sisa-sisanya masih dapat ditemukan dalam lokasi Masjid Umayyah pada waktu ini.

Peran Damaskus pada dunia Islam

Transformasi terbesar pada sejarah Damaskus terjadi pada abad ke-7 M, ketika kota ini ditaklukkan oleh pasukan Muslim di area bawah Khalid bin Walid pada tahun 634 M. Penaklukan ini menjadikan Damaskus sebagai salah satu pusat utama pada dunia Islam.

Damaskus mencapai puncak kejayaannya pada masa Dinasti Umayyah (661–750 M), ketika kota ini menjadi ibu kota kekhalifahan Islam.

Khalifah pertama Umayyah, Muawiyah bin Abu Sufyan, memilih Damaskus sebagai pusat kekuasaan akibat lokasinya yang tersebut strategis juga infrastrukturnya yang sudah ada mapan.

Pada masa pemerintahan Khalifah Umayyah, kota ini dihiasi dengan bangunan megah, termasuk Masjid Umayyah yang dimaksud menjadi simbol kejayaan peradaban Islam. Damaskus juga menjadi pusat intelektual, menarik para ilmuwan, seniman, serta penyair dari berbagai penjuru dunia Islam.

Namun, peran Damaskus sebagai ibu kota kekhalifahan berakhir pada tahun 750 M, ketika Dinasti Abbasiyah menggulingkan Umayyah juga memindahkan pusat kekuasaan ke Baghdad.

Meski demikian, Damaskus masih menjadi kota penting di dunia Islam, teristimewa sebagai pusat perdagangan kemudian budaya.

Periode Mamluk kemudian Ottoman

Setelah berakhirnya kekuasaan Abbasiyah, Damaskus berada di dalam bawah berbagai kekuatan, termasuk Dinasti Fatimiyah, Seljuk, juga akhirnya Kesultanan Mamluk pada abad ke-13 M. Di bawah Mamluk, Damaskus kembali mengalami perkembangan sebagai pusat perdagangan lalu pendidikan, dengan madrasah-madrasah besar juga pangsa yang digunakan ramai.

Pada abad ke-16, Damaskus menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman. Selama periode Ottoman, kota ini mempertahankan statusnya sebagai pusat administratif kemudian spiritual.

Salah satu peran penting Damaskus pada periode ini adalah sebagai titik awal bagi para jamaah haji menuju Mekkah.

Damaskus di dalam era modern

Pada abad ke-20, Damaskus menjadi pusat perjuangan melawan kolonialisme Prancis pasca jatuhnya Kekhalifahan Ottoman.

Kota ini menjadi simbol perlawanan nasional Suriah selama Mandat Prancis (1920–1946). Setelah Suriah meraih kemerdekaan pada tahun 1946, Damaskus ditetapkan sebagai ibu kota negara.

Namun, perjalanan modern Damaskus bukan lepas dari tantangan besar, khususnya selama peperangan saudara Suriah yang dimaksud dimulai pada tahun 2011.

Konflik ini menyebabkan kehancuran besar pada kota lalu keberadaan penduduknya. Meski begitu, Damaskus masih berdiri sebagai simbol ketahanan serta identitas nasional Suriah.

Budaya serta warisan yang tersebut kekal

Damaskus tidak hanya sekali kota dengan sejarah panjang, tetapi juga pusat kebudayaan yang kaya. Perkotaan ini dikenal dengan bursa tradisionalnya, seperti Souq al-Hamidiya, yang mana mengedarkan berbagai barang dari kain sutra hingga rempah-rempah.

Selain itu, Damaskus juga terkenal dengan seni ukir kayu, tembikar, lalu masakan tradisionalnya yang mana menggambarkan perpaduan budaya dari berbagai era.

Warisan arsitektural Damaskus, termasuk Masjid Umayyah, Taman Azem, kemudian jalan-jalan sempit Perkotaan Tua, menunjukkan keindahan juga kompleksitas sejarah kota ini.

Pada tahun 1979, UNESCO menetapkan Perkotaan Tua Damaskus sebagai Website Warisan Bumi lantaran nilai historis serta budayanya yang tersebut luar biasa.

Damaskus adalah kota yang dimaksud tak tertandingi pada hal sejarah juga pengaruhnya terhadap peradaban manusia.

Sebagai salah satu kota tertua yang terus dihuni, Damaskus telah lama menjadi saksi dari berbagai fase penting di sejarah dunia, dari era kuno hingga modern.

Meski menghadapi berbagai tantangan, kota ini tetap saja menjadi pusat kebudayaan, spiritualitas kemudian ketahanan manusia, yang dimaksud akan terus menginspirasi generasi mendatang.

Related Articles

Back to top button